Sabtu, 06 Desember 2025
Internasional

Permintaan Maaf

Permintaan Maaf 'Menteri Kagetan' Purbaya Usai Responsnya Atas Tuntutan 17+8 Tuai Kontroversi

Purbaya

© Foto oleh Kaela Ferry Jr.
test caption

Baru dilantik menjadi Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawari, Purbaya Yudhi Sadewa pada Senin (8/9/2025) langsung menuai kontroversi atas komentarnya merespons pertanyaan terkait tuntutan masyarakat yang dikenal "17+8 Tuntutan Rakyat". Pada hari ini, Purbaya meminta maaf dan berjanji ke depannya akan berhati-hati dalam berkomentar.

 

“Kalau di LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), tidak ada yang monitor, jadi saya tenang. Ternyata di keuangan beda. Salah ngomong langsung dipelintir sana-sini. Jadi, kemarin kalau ada kesalahan, saya mohon maaf,” kata Purbaya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Purbaya melanjutkan, ia masih pejabat baru di lingkup Kemenkeu. Penunjukan dirinya sebagai menkeu juga dia katakan sebagai ‘menteri kagetan’.

 

“Jadi kalau ngomong, kalau kata Bu Sri Mulyani, gayanya koboi,” tambahnya.
Dia pun mengaku bakal meminta arahan Sri Mulyani Indrawati sebagai mantan Menteri Keuangan agar bisa menjalankan kebijakan fiskal yang baik. Purbaya juga akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat perekonomian secara keseluruhan dapat tumbuh lebih baik.

 

“Jadi ke depan, tolong beri saya waktu untuk bekerja dengan baik. Nanti kalau sudah beberapa bulan, baru bisa nilai,” tutur dia.

Purbaya sebelumnya menanggapi soal “17+8 Tuntutan Rakyat” dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin. “Saya belum belajar itu, tapi sederhananya begini, itu kan suara sebagian kecil rakyat kita. Kenapa? Mungkin sebagian merasa terganggu, hidupnya masih kurang ya,” kata Purbaya.

 

Maka dari itu, Purbaya akan menyusun strategi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6–7 persen. Dia meyakini, ketika pertumbuhan ekonomi terakselerasi, tuntutan rakyat akan hilang seara otomatis.

 

“Mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak, dibandingkan demo,” tambahnya.

 

Menkeu Purbaya menyatakan komitmennya untuk menciptakan pertumbuhan secepat dan seoptimal mungkin. “Kalau dibilang, bisa tidak besok 8 persen? Kalau saya bilang bisa, saya menipu. Tapi, kita bergerak ke arah sana,” tuturnya.

 

Komentar Purbaya itu langsung memicu kontroversi karena langsung beredar viral di media sosial khusus X. Tak sedikit tokoh publik, selebritas, atau pemengaruh (influencer) yang mengkritik pernyataan dan gaya bicara Purbaya.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengkritik Purbaya agar tidak meremehkan kritik publik. Ia juga mengingatkan Purbaya agar tidak terlalu percaya diri atau overconfidence karena berbahaya untuk publik dan pasar.

“Belum genap sehari menjabat, Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa langsung menimbulkan kontroversi. Ucapannya yang meremehkan tuntutan publik dengan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi 6—7 persen akan optimis meredam kritik, membuat publik dan pasar terkejut,” kata Achmad dalam keterangannya, dikutip Selasa (9/9/2025).

Menurut Achmad, sikap percaya diri yang berlebihan menjadi alarm tentang caranya memanajemen kebijakan fiskal Indonesia ke depan, yang bisa memberikan sinyal bahaya bagi stabilitas publik dan pasar.

Di antaranya saat Purbaya menanggapi soal tuntutan 17+8, buntut serangkaian aksi demonstrasi yang terjadi belakangan ini. Ia menyatakan bahwa tuntutan itu merupakan ‘suara sebagian rakyat kecil, mungkin sebagian merasa terganggu hidupnya masih kurang’. Sontak pernyataan tersebut ‘diserbu’ oleh netizen.

“Pernyataan Purbaya mengandung dua bahaya besar. Pertama, ia menyederhanakan persoalan kompleks. Demonstrasi bukan sekedar masalah perut. Kritik publik muncul karena kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan,” tuturnya.

“Kedua, pasar membaca sinyal dari setiap ucapan Menkeu. Jika sinyal itu berupa keyakinan berlebihan tanpa rencana konkret, pasar bisa ragu pada kapasitas pemerintah mengelola fiskal,” lanjutnya.

Keraguan tersebut, kata Achmad berpotensi mendorong volatilitas nilai tukar, menahan investasi, bahkan memicu aliran modal keluar. Pernyataan lainnya yang juga kontroversial yakni bahwa rakyat akan berhenti demo jika ekonomi tumbuh. Menurut Achmad, pernyataan tersebut tidak hanya dangkal tetapi juga berpotensi merusak komunikasi Pemerintah dengan rakyat.

Achmad menekankan, kredibilitas seorang Menkeu bukan diukur dari retorika, melainkan dari konsistensi eksekusi kebijakan. Ia mencatat ada beberapa hal yang harus dan tidak harus dilakukan oleh Purbaya.

Ada setidaknya empat hal yang harus dilakukan Purbaya menurut Achmad:

  1. Bangun kredibilitas fiskal. APBN harus dikelola dengan disiplin, transparan, dan berorientasi jangka panjang. Target pertumbuhan tinggi tak boleh mengorbankan keseimbangan fiskal.
  2. Buka ruang dialog dengan publik. Kritik adalah masukan, bukan gangguan. Seorang Menkeu harus menunjukkan telinga yang peka, bukan hanya mulut yang lantang.
  3. Bumikan visi Presiden dengan program nyata. Belanja produktif harus diperluas, reformasi birokrasi dipercepat, dan hambatan investasi dipangkas. Sinergi dengan kebijakan moneter juga penting agar ekspansi fiskal tidak memicu inflasi.
  4. Jaga komunikasi publik. Menkeu adalah wajah fiskal Indonesia di mata dunia. Setiap kata harus menenangkan publik dan meyakinkan pasar, bukan menciptakan kegaduhan baru.

 

“Jika ia mampu menahan diri, mendengar publik, menjaga kredibilitas fiskal, dan mengeksekusi strategi dengan cermat, pertumbuhan 8 persen bukan mustahil. Namun jika overconfidence dibiarkan mendikte kebijakan, maka bukan pertumbuhan yang kita dapat, melainkan ketidakstabilan sosial-ekonomi yang berbalik merugikan bangsa,” kata Achmad.

Komentar

Silakan login untuk memberikan komentar:

Super Admin
teest
Super Admin
teest